Gallery

Rumah Tua Samping Kafe

Ada sebuah cerita, tentang anak manusia. Mereka bertiga reuni pulkumpul di sebuah kafe taman yang adem dan asri. Buncit buncit, putih, bersih, dan agak irit rambutnya. Anak manusia cenderung berteman dengan yang mirip diri mereka. Alumni dari sekolah yg sama. Ditambah lagi, senasib dalam rumah kost yang sama. 1 orang dokter gigi, dan seorang lagi dokter anestesi. Yang terakhir bukan dokter, tetapi doktor manajemen. Melihat portofolionya bisalah dikatakan dokter juga, hanya yang diobati adalah perusahaan.

Si dokter perusahaan memulai topik sambil memandang sekitarnya. “Perempuan perempuan muda sekarang sepertinya justru seneng sama yang mapan lho…. Bukan yg sixpack. Yang buncit buncit kayak kita malah banyak yang nyenengin, banyak yg mengincar…”
“Iyaaa.. Emang…..Bener…. Mereka lebih seneng dengan yang seperti kita.” Kata dokter anesthesi berbangga diri sambil mengatur udelnya yang sejak tadi mendelik kemana mana.
“Sepertinya benar begitu….Meskipun rambutku rontok tak menentu, tak apa apalah.” Balas dokter gigi pura pura mengatur posisi pantat beratnya, sambil melirik lirik para abg yang duduk cekikikan di seberangnya.

Tanpa sadar ternyata ibu ibu cantik, seorang pejabat di instansi tertentu, teman kuliah yang mereka tunggu sejak tadi sudah di sebelah mereka sambil nyeletuk. ” Iyalaaaahhh…… Abg abg muda yang seneng sama yang mapan mapan buncit itu biasanya cewek cewek yg belum mapan, yang mudah ditipu. Kalo cewek cewek yang mapan malah seneng sama yg six pack……”

Tak jauh di sebelah kafe tersebut berdiri dengan pongahnya sebuah rumah besar. Rumah itu hanya dihuni oleh 2 orang manusia. Sudah sepuh keduanya. Sepasang suami isteri di usia diatas enam dasa warsa, hidup bak mengulangi masa remaja. Hidup bersama, dunia milik 2 orang manusia.

Kelima anak telah berumah tangga, telah membina keluarga terpisah jauh dari mereka. Dulu, semakin jauh terpisah negara bahkan benua, sebagai orang tua hati semakin bangga. Tapi kini, barulah terasa. Bagi orang tua seperti mereka bahwa “makan gak makan yg penting ngumpul” seperti kata orang jawa adalah terasa benarnya.

Rumah menapak bumi dengan 6 kamar tidur dengan tiga kamar mandi, satu ruang tamu, satu ruang makan beserta dapur itu terasa terlalu besar untuk berdua. 5 tahun tinggal persisnya pasangan ini hanya berdua, sejak si bungsu memboyong anak istrinya ke negeri seberang. Tinggallah hanya mereka berdua

Sudah berumur, masak tiap hari terkadang jadi terasa berat. Terkadang. Terlintas pikiran bahwa betapa malangnya nasib anak anak mereka, mencari makan sampai harus jauh jauh ke negeri orang. Tapi, itulah dunia.

Awal awal hidup berdua sang isteritercinta masih semangat masak dan komplen kalau masakannya tidak dimakan. Sementara sang suami komplen jikalau malam disuruh makan. “Cepat overweight dan nanti gendut” kata yang dimasakin.

Sejak rutinitas masak memasak sudah mulai terabaikan mereka akhirnya menjadi akrab dengan yang namanya gofood. Jika dibutuhkan sewaktu waktu bisa didapatkan. Irama dan budaya pun berubah. Mereka makin fasih berkomunikasi dengan tukang gofood.

Tapi akhir akhir ini pasangan itu mulai menyadari. Menyesali akan kesalahan mereka. Itu terjadi setelah tak sengaja mereka mendengar pergurauan 4 orang anak muda. Persisnya 3 orang laki laki dan seorang wanita yang mengobrol di kafe. Kemapanan terlihat dari pakaian 4 orang tersebut. Tubuh mereka kurang terawat sama kurang terawatnya kelakar mereka. Ingin rasanya merobek robek mulut salah seorang dari mereka yang berkata:
“…makanya carilah lagi yang muda untuk menambah teman di hari tua. Jangan seperti….. Kaya tapi merana…..”

Leave a comment